Aku
menerima sepucuk surat darimu pagi ini. Dengan kertas berwarna biru muda,
dihiasi dengan tumpukan huruf yang sepertinya kau tulis dengan teramat
hati-hati. Sama hati-hatinya denganku, kala mulai mengeja kalimat demi kalimat
yang terukir di sana, sembari menghirup aroma kelopak mawar merah yang kau
selipkan dalam amplop suratmu.
Jodohku
yang telah dituliskan oleh-Nya, aku menangkap kecemasan luar biasa dalam pesan
yang coba kau sampaikan. “Bagaimana bila
seandainya di tengah perjalanan menuju ‘perjanjian
yang kuat’ antara kau dan aku, kita malah tersesat dalam jebakan ‘jodoh
palsu’ ?”
Sayangku,
usah khawatir dengan rencana-Nya. Nama kita berdua telah terukir indah dalam buku
takdir asmara. Jadi, meski sekarang bisa jadi kau tengah ‘berlabuh sebentar’ pada cinta yang bukan diriku, dan aku pun
sebaliknya, kita akan bertemu bagaimanapun caranya. Asal kau percaya, bahwa
rencana-Nya tidak akan pernah salah. Bila ada satu dua gadis yang mengoyak
sedikit hatimu, percayalah, aku akan datang menyembuhkannya bila masa itu telah
tiba.
***
Aku
tergelak sendiri ketika menyapukan pandang pada pertanyaanmu yang lain, “jodohku, apa yang harus ku perbuat saat ini
agar kelak bila masanya tiba, kau akan yakin bahwa akulah yang layak berdampingan
denganmu di sisa waktu kehidupan yang kita punya?”
Ah
iya, aku harus membisikkan rahasia kecil ini padamu, apa-apa yang harus kau
penuhi agar mendapat label sebagai ‘imam
idaman’ masa depan bagiku.
*Lelakiku
kelak tak harus punya segalanya, namun harus berani memimpikan segalanya.
Sayang,
jangan salahkan aku bila aku terlahir dan tumbuh dengan berjuta mimpi. Aku
ingin memiliki lelaki yang bukan hanya mengaamiinkan
setiap pijar mimpi di kepalaku, melainkan ia yang mau berlari bersama, mendekat,
meraih impian-impian itu. Aku pun akan turut mendampingi kala kau tengah
berlari dalam kobaran impian yang memenuhi pikiranmu. Aku ingin kita berbagi
mimpi kehidupan, lantas mewujudkannya bersama.
*Lelakiku tak harus terlahir rupawan,
namun harus berusaha merupawankan dirinya.
Sayang,
aku tak mengapa bila kau tidak menerima kutukan ‘rupawan’ sejak lahir. Namun kau tahu, menjadi rupawan itu pilihan.
Tentu saja aku akan bersenang hati memilihmu kelak, bila kau senantiasa bersih,
rapi, dan wangi. Dan ah, setelah menikah, ku harap kau tak berubah. Masih ingin
menunjukkan betapa kau lah yang paling rupawan pada titik mata dan hatiku.
Tapi, terlepas dari itu, aku ingin kau rupawan bukan hanya di rupa, namun juga
di hati. Aku ingin kau memiliki hati yang halus, yang tak akan sanggup
menyakitiku meski seujung kuku.
*Kekasihku tak harus romantis, namun
ia harus mampu membuatku melupakan dunia ketika bercakap dengannya.
Sayang,
salah satu impian terbesarku adalah bisa
menyesap teh manis pada setiap sore di beranda rumah kita kelak hingga menua.
Ya, setiap sore kita akan berbagi cerita, berbagi tawa. Mana mungkin aku
sanggup menjalani ritual itu, bila pasanganku sangat kaku dan membosankan. Aku
tak menuntut kau teramat cerdas hingga membuatku melongo acap kali kita bicara.
Namun yang ku butuhkan adalah rasa nyaman ketika kita bicara. Aku akan menjadi
pendengar dan komentator ulung kala kau butuh tempat cerita, begitu pula
sebaliknya.
*Kekasihku tak harus kaya, namun ia
harus menjamin bahwa hidupku tak akan kekurangan bila memilihnya menjadi
pendamping.
Sayang,
kau pasti menganggap aku matre, bukan? Ah, tidak. Aku tidak menuntut kehidupan
kita kelak harus bergelimang harta. Aku menginginkan secukupnya saja. ‘Manusia yang paling baik adalah manusia
yang bermanfaat bagi orang lain’. Kau pikir, kita bisa membantu orang lain
bila kita sendiri masih butuh bantuan? Aku tak ingin mengajakmu menumpuk
kekayaan, sayang. Aku hanya ingin langkah kita untuk mengulurkan tangan pada
orang lain menjadi lebih ringan.
*Kekasihku tak harus pandai
mengumbar janji yang melenakan, tapi dia harus selalu ingat janji kuatnya di
hadapan Tuhan saat ijab qabul.
Tentu
bukan kehidupan hitungan tahun yang ingin kita jalani bukan? Tapi berpuluh
tahun, hingga kita menua, hingga ajal menjemput salah satunya. Kau tentu tau,
detik waktu yang bergulir bisa mengubah segalanya. Termasuk perasaanmu padaku.
Mungkin cinta kita akan memudar seiring waktu, retak-retak kala masalah datang
silih berganti pada biduk rumah tangga kita kelak. Namun aku ingin kita
mengalahkan masalah apapun itu. Aku ingin kita tetap saling mencinta dan
menerima, kala tabir rahasia diri masing-masing telah terkuak. Kala amarah
mendera, kala cemburu mengoyak kepercayaan, kala jenuh pelan-pelan mengintai,
aku ingin kita tetap mengingat perjanjian yang kuat yang pernah
kita lakukan. Perjanjian maha suci yang disaksikan oleh-Nya.
***
Sayang,
apa kau kira aku terlalu banyak menuntut? Tidak. Apa yang ku pinta darimu, itu
pula yang akan aku berikan. Adil bukan? Jadilah lelaki baik, lelaki tangguh,
lelaki yang layak dibanggakan, dan aku akan datang sebagai bidadarimu dalam
sosok serupa.
Sayang,
bila waktunya telah tiba kelak, aku akan menghidupkan radar khusus untukmu,
agar kau sesegera mungkin menemukan, lalu menjemputku dalam singasana cinta
keabadian. Pesanku hanya satu, bersabarlah, sambil tak henti memperbaiki
kualitas diri. Kita akan bertemu, pada suatu waktu. Kelak. Pada masanya.
"Tulisan ini disertakan dalam Giveaway Novel Perjanjian yang Kuat," |
hehe ilustrasinya lucu.. moga sukses ya mbak GA nya
ReplyDeletejagonya Intan nih kalau urusan cinta-cintaan :p
ReplyDeletesukseees yaa taaan :*
Aamiin semoga terkabul ya, Ntan.. makasih udah ikut GA-ku :D
ReplyDelete