Akhir-akhir ini, banyak banget yang bilang ke aku,
“Enak
yah jadi kamu, bisa kerja sesuai passion.
Pasti deh, kerja jadi nggak berasa kerja. Enjoy aja bawaannya.”
Atau,
“Enak
banget punya kerjaan sebelum lulus kuliah. Ntar pas tamat nggak usah
sibuk-sibuk lagi masukin lamaran, nggak usah ikut rebutan kursi PNS, nggak usah
pusing lagi deh mikirin pemasukan materi untuk masa depan.”
Aku nyengir.
Memang iya, salah satu hal yang paling aku syukuri
saat ini adalah kesempatan emas untuk duduk manis dipekerjaan yang tengah aku
lakoni sekarang : siaran di Radio Republik Indonesia (RRI) Bengkulu, Programma
2. Radio milik pemerintah yang jadi incaran nyaris
semua penyiar di daerah ini. Radio paling oke yang dimiliki Bengkulu. Radio
yang terjamin bukan radio abal-abal, melainkan radio yang benar-benar
menyajikan informasi bermanfaat bagi pendengar.
Tapi orang-orang tentu tak tau, bahwa untuk masuk ke
sini nggak semudah membalikkan telapak tangan. Orang-orang tentu tak tau, atau
malah tak mau tau, bahwa jauh-jauh hari sebelum aku bisa siaran di RRI, usaha
macam apa yang sebenarnya aku lakukan. Orang-orang juga tak akan tau, sedalam
apa aku mencintai dunia radio dan sebesar apa kegigihanku untuk
mempertahankannya. Daaaann, orang-orang juga tak tau, juga tak perlu tau, bahwa
setelah siaran pun, jalan tak semulus seperti yang mereka saksikan : aku harus
berjuang keras mencuri-curi waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas kuliah. Aku
juga harus pandai-pandai mengatur waktu untuk beristirahat, karena kadang
siaran super malam bertemu siaran super pagi (pulang siaran jam 12 malem teng, dan udah kudu pergi lagi sekitar
pukul setengah 5 pagi). Dan, aku juga masih kalang kabut memikirkan jadwal
KKN. Hei, mana boleh anak baru cuti untuk KKN? Itu artinya, dengan me-nomorsatukan
radio, ada yang terbengkalai disebelahnya : urusan kuliah.
Tetapi, apapun itu, yang aku sadari dengan sangat
adalah : nggak ada yang perlu aku khawatirkan, passion akan mampu mengalahkan
segalanya. Passion akan mengubah gelap menjadi terang, letih bertransformasi
menjadi gigih, serta pahit tertutupi oleh rasa manis yang teramat.
***
Lantas, seperti apa sih ceritanya hingga aku bisa
menggenggam passion yang aku miliki sekarang ini?
Please enjoy the story ..
Dulu, aku sama seperti anak-anak lain : labil, nggak
tau sebenarnya mau jadi apa, nggak tau sebenernya apa yang bener-bener aku
suka. Tapi yang aku sadari adalah : aku hobi ngoceh dan seneng jadi pusat
perhatian. Intan kecil gemar mendongeng. Antusias sekali mengikuti beragam
lomba pidato, story telling, debat dan sebangsanya. Juga, menjadi andalan
sekolah dalam urusan cuap-cuap, nge-MC, pidato, dan semua kegiatan yang
mengandalkan ‘suara’. Semuanya
mengalir begitu saja, sama sekali belum ada keinginan jadi penyiar, meski
sedari kecil aku udah lumayan suka dengerin radio.
Menginjak duduk di bangku kuliah, aku mulai benar-benar
nggak bisa lepas dari acara radio. Alasannya, di kost nggak tersedia TV, jadi
radio adalah satu-satunya hiburan yang menemani siang malemnya aku sambil
mengerjakan tugas kuliah. Ternyata, mendengarkan radio lebih menyenangkan dari
yang aku tau sebelumnya. Apalagi ada beberapa penyiar yang amat pandai
berceloteh, jika mereka menyampaikan informasi lucu, aku bisa ikut tergelak.
Pun sebaliknya, jika informasi yang mereka sampaikan menyeramkan, aku bisa
langsung mematikan radio *karena takut*
heheheee.. Oh iya, radio yang aku dengarkan secara rutin adalah RRI PRO 2. Radio
yang menurutku tak hanya menyajikan hiburan kece, namun juga informasi
berharga. Keinginan kecil mulai merayap : kayaknya jadi penyiar radio itu
menyenangkan deh .. Tapi,keinginan baru sebatas keinginan saja.
***
Ketika masuk ke semester 2, ada acara pelatihan
menjadi penyiar radio sekaligus seleksi penerimaan penyiar baru yang diadakan
oleh radio kampus, Swaraunib fm. Nah, berawal dari sinilah aku mulai
memberanikan diri untuk mendaftar mengikuti seleksi penyiar. Dan luluuuus. Yeay!
Aku masih inget, gimana noraknya aku waktu pertama kali masuk ke ruang siar.
Rasanya keren, seneng, gugup. Campur aduk duk duk duk.. Sejak saat itu,
resmilah aku menjadi seorang penyiar radio. Meski hanya radio kampus, meski tak
digaji sepeser pun. Taukah, kenikmatan kala siaran, mampu mengalahkan semua
rasa. Termasuk rasa galau karena nggak punya uang, dan rasa lapar, yang
lagi-lagi dikarenakan nggak punya uang :p
Sayang, perjalanan aku di Swaraunib nggak bertahan
lama, hanya sekitar 6 bulan saja. Aku terpaksa resign, ketika orangtua melarang
keras aktivitas yang aku sukai itu. Masih terekam jelas kata-kata mereka waktu
itu, “Buat apa kamu siaran? Memangnya
siaran bisa menjamin masa depan? Udah, belajar saja yang rajin, selesaikan
kuliah dengan hasil yang bagus. Secepat yang kamu bisa.”
Okesip, aku manut untuk keluar dari Swaraunib tapi
tidak untuk berhenti siaran. Mulailah aku berburu radio lain untuk dimasuki.
Toh, pikirku, orangtuaku tak akan tau aku siaran bila tidak diberitahu. Gayung
bersambut, ada radio swasta yang membutuhkan penyiar baru. Aku pun mengikuti
seleksi, daaaaaannn lulus. Yeay! Di tempat baru ini, aku berusaha keras
beradaptasi, karena semuanya berbeda dengan radio lama. Bosnya, materi
siarannya, dan gajinya *eh, di sini udah
pake gaji, meski kadang hanya selembar uang kertas warna biru atau sesekali 2
lembaran uang kertas warna merah :’)
Sayang beribu sayang, orangtua yang memang hobi
mendengarkan radio, tanpa sengaja mendengarkan siarannya aku. Mereka marah
besar dan mendiamkanku seminggu lamanya. Marahnya mereka masih bisa aku hadapi,
tapi jika didiamkan, mana bisa? Akhirnya, dengan menyusut airmata yang mengalir
deras, aku (lagi-lagi) minta resign, padahal baru sekitar 3 bulan siaran *syedih! T.T
Setelah kejadian memilukan itu, aku benar-benar
nggak berani siaran lagi. Trauma didiamkan orangtua, trauma harus melulu
resign. Nyaris setahun kemudian, pada akhir tahun 2013, RRI Bengkulu mengadakan
gelaran lomba Pro dj (lomba penyiar) untuk anak-anak muda Bengkulu. Siapa saja
boleh ikut, siapapun dia, sekalipun penyiar. Awalnya, aku sama sekali nggak
berniat ikutan, ada rasa minder untuk kembali berceloteh depan microphone,
mengingat nyaris setahun aku nggak jumpa sama ruang siar dan seisinya. Namun,
entah dapat kekuatan dan keberanian darimana, pada hari terakhir pendaftaran,
aku nekat mendaftar.
Setelah 2 hari
usai pendaftaran dadakan tersebut, aku pun mengikuti serangkaian technical
meeting dan persiapan. Duh, semakin minder saja, karena ternyata banyak penyiar
radio swasta yang ikut ambil bagian dalam perlombaan itu. Untunglah, pada saat
hari H lomba, aku mampu tampil bagus (menurut aku). Rasanya senang sekali,
sekedar bisa tampil bagus saja ternyata sudah luar biasa menyenangkan. Apalagi,
setelah berdag-dig dug ria, ternyata aku menyabet juara pertama. Huaaah, ini
keajaiban, ini kejutan. Yap keajaiban plus kejutan yang menyenangkan. Berita
kemenangan pun tersiar luas, karena disiarkan tak hanya oleh RRI PRO 2, tapi
juga PRO 1. Orangtuaku mendengar, mereka haru, mereka bangga.
Aku kira, selepas lomba itu semuanya selesai, aku
hanya akan mendapatkan uang tunai, tropi dan sertifikat pemenang. Tapi ternyata
tidak, bukan hanya sekedar materi, tapi kepercayaan orangtua akhirnya jatuh
kepadaku. Mereka percaya bahwa aku memang menginginkan siaran dalam hidupku,
bahwa aku sama sekali bukan menganggap siaran sebagai ajang senang-senang.
Lebih dari itu, siaran adalah jiwa, siaran adalah passion. Sejak kemenangan
itu, mereka mendukung penuh jika aku menginginkan siaran bukan hanya di masa
sekarang, namun juga untuk masa depan.
Restu orangtua memang membawa anugerah. Lepas 4
bulan dari menangnya aku pada perlombaan pro dj, pihak RRI menghubungiku.
Mereka menanyakan kesediaanku untuk menjadi salah satu bagian dari mereka. Tak
perlu berpikir 2 apalagi 3 kali, aku langsung mengiyakan. Dan setelah
membereskan persyaratan administrasi, serangkaian tes, dan melopen (melatih
logat penyiar), aku resmi menjadi penyiar baru RRI. Prosesnya panjang,
melelahkan, menguras airmata dan lelah, tapi aku bangga dan bahagia telah
sampai pada titik ini. Titik dimana aku bisa memperjuangkan apa yang aku, apa
yang menjadi passionku.
Dan pada akhirnya, setelah perjalanan panjang yang
aku lalui, aku selalu percaya bahwa ramuan untuk sukses itu sederhana sekali :
sekeranjang kerja keras, sekotak doa tulus yang terucap tanpa henti dan
sejumput keberuntungan :’))
Semoga bisa dapat tablet dari tulisan ini {} Poke : Zinc.
Semoga bisa dapat tablet dari tulisan ini {} Poke : Zinc.
yeaaaaaaaaa,,bener2 perjuangan ya hehehehe..jadi penasaran sama suaranya,q dulu waktu kulaih di malang juga demenn bgt dengerin radio ^^
ReplyDeleteHihiii.. iyaa bener.
DeleteAyoo, main-main ke 'erdioo.com', terus klik RRI PRO 2 Bengkulu *emalah promoo :D
tablet? wow mupeng juga nih... semoga sukses ya mak lombanya ...
ReplyDeleteIyaa mak. Hadiah utamanya tablet, kamera terus voucher belanja ^^
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteanother inspiring story..keep hand shake on keyboard...:)
ReplyDeleteMakasih kak Angga :))
DeleteKeren keren...
ReplyDeleteKeren keren...
ReplyDeleteTerimakasih yaa ^^
DeleteSubahanallah cerita yang sangat menginspirasi Intan. Sebuah cita-cita tidak hanya diucapkan dan dipamerkan. Tetapi diperjuangkan! Dengan keringat dengan air mata.
ReplyDeleteSemangat ya Intan... Semoga menang lombanya. :)
Terimakasih banyak ya mbak Vey.
DeleteMbak juga kudu semangat 'ngejar' Jepang :'))