Senja di sekitaran Pantai Panjang Bengkulu, terukir
cantik. Orange langit, matahari yang perlahan menenggelamkan diri, deburan
ombak yang bergerak lincah, merupakan kombinasi keindahan yang lebih dari mampu
untuk memanjakan mata, menyejukkan hati. Namun sayang, simfoni alam yang manis
itu tak mampu membuat Yara mengukir senyum.
*minjem hasil jepretan Nidia (temen ngoceh di Swaraunib) |
*minjem hasil jepretan kak Dika (partner kerja di LPP RRI) |
“Eh
Ra, kamu kenapa sih? Katanya kangen sama aku, pengen cerita-cerita, tapi dari
tadi cemberut melulu. Kenapa?” Titin yang semula asyik
dengan jagung bakar pedas manis dan es kelapa pesanannya, akhirnya sadar kalau sedari
tadi wajah Yara diselimuti mendung.
“Aku
sebel.”
“Kenapa?
Nggak punya duit?” Titin ngakak.
“Iya,
baru pertengahan bulan gini uangku nggak nyampe seratusan ribu lagi.”
ujarnya tanpa semangat.
“Seriusan
kamu? Gaji kamu kan udah gede, Ra? Aku aja yang dapet duit masih nggak nentu
setiap bulannya, masih bisa nyisihin duit buat celengan ayam di rumah.”
“Gaji
gede apanya? Tuh gaji makin hari makin nggak cukup. Aku mulai mikir buat pindah
tempat kerja deh, katanya ada radio swasta yang buka lowongan. Pejabat daerah
yang punya, pasti gajinya cihui. Aku udah capek makan nasi bungkus saban hari,
melototin diskonan baju-baju cantik yang ada mall. Pengennya makan di resto
mahal, teruuss ..
“Rasa
syukur kamu udah habis kelelep laut? Yara, semua penyiar radio di kota ini
pengen banget kerja di radio milik pemerintah kayak kamu. Siaran dengan tenang,
fasilitas oke dan gaji tetap yang nggak bikin ngelus dada. Kamu bilang gaji
kamu kurang, heii .. apa kamu sadar kalo gaji temenmu ini nggak sampe 1/3
gajimu? Itupun nggak pasti setiap bulannya bisa diambil.” Titin
geleng-geleng kepala, gemas rasanya melihat kelakuan Yara.
“Tapi
kan Tin, aku pengen juga ngerasain hidup enak. Makan enak, beli baju mahal,
pake mobil bagus, bisa ke salon tiap minggu ..
“Ra,
yang namanya nafsu dunia nggak akan pernah ada ujungnya. Sekalipun ntar kamu
punya gaji yang 10 kali lipat dari yang kamu punya sekarang, kamu juga nggak
akan ngerasa cukup. Gini ya Ra, aku rasa bukan gaji kamu yang kecil, tapi rasa
syukur kamu yang makin hari makin menciut.”
Yara mulai ciut nyali mendengarkan ceramah Titin.
Dia terpekur, pura-pura memandangi pisang bakar pesanannya yang belum
sedikitpun ia sentuh.
“Apa
kamu lupa sama pepatah asli kota kita ini Ra? Ikan
sejerek, bere secupak (ikan seikat, beras seliter). Kamu tau kan apa
artinya?”
“Aih,
ikan sejerek, bere secupak, terus madar? Itu cuma berlaku buat orang malas dan
cepat puas, Tin.” Yara cemberut lagi.
“Hahaaaa
.. siapa suruh menambahkan kata madar (tidur) setelah pepatah apik itu, Ra? Sama
sekali bukan seperti itu maksudnya. Ikan
sejerek, bere secupak, mengajarkan kita tentang arti hidup sederhana. Mengajak untuk tetap
berbahagia dan melantunkan syukur meski rezeki duniawi yang diperoleh hanya
berupa ikan seikat dan beras seliter.
Ikan
sejerek, bere secupak, mengingatkan kita untuk tidak memaksakan diri memenuhi
keinginan duniawi yang tanpa batas. Sekali lagi, ini tak lain dan tak bukan
ajakan untuk bersyukur, merasa cukup dengan apa-apa yang telah dimiliki dan
tidak bergelisah hati atas apa yang belum mampu dimiliki.”
“Lagipula
apa kamu lupa Ra, dalam QS Ibrahim (7), tertulis : sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih.”
Yara manggut-manggut mendengarkan penjelasan Titin.
Senyum malu-malu akhirnya mengembang di wajahnya yang ayu.
“Jadi
gimana, masih ngerasa kalo gaji kamu nggak cukup dan pengen pindah radio?”
“Ah
nggak deh. Syukuri dulu gaji yang aku terima sekarang. Lagipula aku tiba-tiba teringat
nasihat bunda : pendapatan akan
bertambah seiring kemampuan yang meningkat. Betul nggak?”
Titin mengangguk, seraya menepuk pelan pundak Yara,
sahabat sedari kecilnya itu. Lega rasanya telah mengingatkan Yara tentang rasa
syukur. Rasa yang harusnya dimiliki masing-masing individu dengan mantap, agar
tenang hati, agar terjaga diri.
Kirain itu nama ikan yg bs dimakan, hihihi...
ReplyDeleteSukses kontesnya, Taaannn... :)
hihiiiiii
Deletemakasih ya kak Tha :*
sukses ya adek manis,,,,
ReplyDeleteMakasih mbak ayu :*
Deletekalau tak memiliki rasa syukur, memang bawaannya pengen segala macam punya ya... sukses ngontesnya Intan...
ReplyDeleteBetul, mbak. makasih yaa ^^
Deletesemangaaaat....
ReplyDeleteterimikisiiii :))
DeleteHehehe... kadang memang rasa iri itu bisa muncul, untung ada yg mengingatkan shg iri itu tidak tumbuh subur... :)
ReplyDeletebetul betuul betuuull :))
Delete