Beberapa bulan lalu, sebelum
dipindah-tugaskan ke Kaur (Bengkulu Selatan), aku sempat indekost di kawasan
Skip, Bengkulu. Alasannya sederhana, lebih dekat dengan kantor. Agar saat
siaran malam (yang pulangnya pukul 24.00 WIB) dan siaran pagi (harus sudah tiba
di kantor sebelum pukul 04.55 WIB), aku bisa berangkat dan pulang sendiri, tak
perlu mengandalkan sopir kantor.
Entahlah.. kadang aku ngerasa punya rasa ‘nggak
enakan’ yang ngelunjak. Setiap minta tolong/ditolongin sama orang yang nggak
deket sama aku, rasanya jengah. Padahal sebenernya, emang ada fasilitas antar
jemput sih buat penyiar cewek yang dinas malam atau pagi. Tapi ya ituuuu ..
nggak enakan :v
Mencari indekost yang pas di hati, tak
ubahnya mencari jodoh *eaaah. Susah. Perlu pencarian yang lumayan lama. Perlu menyesuaikan
juga dengan kondisi dompet. Akhirnya, setelah survei beberapa minggu, aku
menemukan lokasi kost (yang fisikly) terlihat nyaman. Lokasinya berada di
tengah-tengah perumahan warga, tempat kostnya besar (ada ruang tamu dan dapur
juga) dan yang paling penting, biaya sewanya juga masuk akal. Sesuai sama
penghasilan bulananku yang belum seberapa itu.
-Ilustrasi. Gambar dari -> http://infobisnisproperti.com/ |
Beberapa waktu tinggal di sana, aku ngerasa
baik-baik aja, sampai ..
“Dasar anak
bodoh. Nyusahin. Sana pergi, ikut bapakmu yang nggak tau diri itu! . . . .
Lalu suara benda yang dilempar ke tembok
menambah ‘semarak’ suasana.
Aku tergugu. Rasanya belum pernah mendengar
teriakan penuh amarah dan caci maki yang sesempurna itu. Terlebih dari seorang
ibu ke anak kandungnya sendiri.
--
Pemilik kost tempat aku tinggal waktu itu,
biasa aku panggil ayuk Pat (ayuk
adalah panggilan untuk cewek yang lebih tua dalam Bahasa Bengkulu). Usianya masih
muda, belum lagi menginjak 35 tahun. Tapi, usia memang tidak selamanya sinkron
dengan pahit getirnya kehidupan seseorang kan?
Ayuk Pat punya 2 anak laki-laki. Yang sulung
baru saja masuk SMP, sedangkan yang bungsu baru kelas 2 SD. Dia membesarkan
kedua anak itu tanpa bapak. Iya, ayuk Pat bercerai saat si bungsu masih bayi,
gara-gara tak tahan dengan suami yang kerap ringan tangan.
Ayuk Pat tak punya pekerjaan tetap. Penghasilannya
hanya bersumber dari sewa kost yang aku tinggali serta warung kecil yang ia kelola
di depan kost miliknya (bersebelahan dengan kamar kost-ku). Dengan penghasilan
yang bisa dibilang seret, ditambah
kelakuan anak bujang yang sering bikin sakit kepala, emosi ayuk Pat susah
dikontrol. Ia terbiasa berteriak, menjadikan anak-anaknya pelampiasan rasa
kesal dari kegagalan berumah tangga yang ia alami.
-Ilustrasi. Gambar dari -> http://www.wajahbocah.com/ |
Kepahitan hidup yang ada di depan mata itu
membuatku sedih.
Meski aku tidak mengalaminya (dan aku
benar-benar tidak ingin mengalaminya), aku bisa mengerti bahwa ayuk Pat
tertekan. Membesarkan anak tanpa suami? Ah, membayangkannya saja sudah mengerikan.
Di sisi lain, aku, yang juga merupakan anak
yang tumbuh besar dengan luka akibat perceraian, mengerti dengan sangat. Tanpa embel-embel
caci maki, hati kedua anak ayuk Pat pasti sudah sangat terluka. Apalagi saat
ayuk Pat menyebut mereka sebagai ‘pembuat
susah hidup’. Ah, pastilah kalau kedua anak kecil itu sudah berani
meneriakkan apa yang mereka rasakan, aku yakin mereka akan berkata,
Yang minta
dilahirin dari perut mama, siapa?
Yang minta
dibesarkan tanpa bapak, siapa?
Siapa yang
bikin susah hidup siapa?
--
Sebenarnya, aku bisa saja menutup mata. Mengabaikan
keributan yang ada di sebelah kamarku dengan menyumbat telinga menggunakan
headphone. Bertemu dengan ayuk Pat hanya saat membayar uang kost setiap
bulannya. Bisa! Tapi aku nggak bisa diam aja ..
Aku memang nggak bisa ngasih perubahan besar,
semacam ngasih rekomendasi suami baru ke ayuk Pat, misalnya :v Tapi aku bisa
ngelakuin hal-hal kecil, yang minimal bisa bikin dia senyum dan ngerasa
dipedulikan.
Setiap pagi dan sore, aku yang biasanya kalo
mau pergi langsung pergi aja, yang biasanya pulang langsung masuk kamar,
pelan-pelan berbenah. Menyediakan waktu sekitar 15 menit buat ngobrol, dengerin
dia cerita, dengerin dia ngeluh. Kalo ada saat yang tepat, aku bakal cerita
balik, ngajak dia ngelihat hidup ini dari sisi yang lebih positif. Ngajak dia
mensyukuri hidup yang dia punya. Ngajak buat ngerti, kalo kedua anaknya nggak
salah sama sekali, nggak bisa dijadikan pelampiasan dari getirnya hidup.
-Ilustrasi. Gambar dari -> http://doktercinta.info/ |
Pelan tapi pasti, ada perubahan positif yang
menggeliat. Seengaknya teriakannya nggak sekenceng dulu lagi. Seenggaknya umpatannya
udah nggak segahar dulu lagi. Pelan-pelan. Toh nggak ada perubahan yang instan
dan itu sah-sah aja, selama kita nggak bosen buat berbenah diri.
Kedua anaknya juga sudah lumayan akrab
denganku. Anak-anak itu sering bertandang ke kamar kost-ku sekedar untuk
diajari PR Matematika atau meminjam majalah Bobo dan komik yang mereka suka. Pelan-pelan,
aku juga menyugesti pikiran mereka agar selalu positif. Kataku, “kalau mama marah, jangan dimasukin ke hati.
Mama sekedar capek. Kalian berdua fokus belajar aja. Biar nilai-nilainya bagus
dan mama seneng.”
Di sisi lain, ayuk Pat juga semakin baik
padaku. Ada-ada saja makanan yang diantarkan untukku. Dari buah mangga yang
ranum, bubur kacang ijo yang lezat hingga lauk pauk yang sedap. Nggak hanya
itu, ayuk Pat juga berbaik hati mengajariku memasak. Andalan ayuk Pat adalah
makanan ringan murah meriah yang akan dijual setiap pagi pada anak-anak TK
dekat kost kami.
Berkat ayuk Pat, aku jadi tau kalo bakwan ubi
itu nggak kalah lezat sama bakwan sayur lengkap. Pempek enak ternyata bisa
diracik dari sekedar ikan teri. Lalu ada pula sosis goreng enak, yang untuk
membuatnya hanya butuh bahan-bahan sederhana. Aye, senangnya. Aku jadi banyak
tau ilmu-ilmu berharga semacam itu. Sungguh nikmat saat kita begitu dekat
dengan tetangga.
-Ilustrasi. Gambar dari -> http://smstausiyahgratis.blogspot.co.id/ |
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya”
(HR. Bukhari 5589, Muslim 70)
Untuk berbuat baik, tidak perlu menunggu hingga
langkah kaki melaju jauh. Tengoklah sekitar, barangkali tak jauh dari tempat
kita berpijak, ada sosok yang membutuhkan telinga untuk mendengar. Ada sosok
yang membutuhkan teman untuk tertawa. Berbuat baik bukan perkara susah, hanya
perkara kita mau atau tidak.
-Ilustrasi. Gambar dari -> http://inspirably.com/ |
Ingatlah, jangan tunda berbuat baik meski
porsinya amat kecil, karena waktu ibarat
aliran air sungai. Kita tidak bisa menyentuh air yang sama untuk kedua kalinya.
Air yang telah mengalir akan terus berlalu dan tidak akan pernah kembali.
Iya yuk, itu ayuk Pat sepertinya butuh teman untuk bercerita. Hidup seorang diri dengan luka perceraian itu berat.
ReplyDeletebetul itu...mari didoakan dr jauh ...alfatihah
DeleteMasya allah. Keren sekali, Intan. Ya betul, Ayuk Pat itu cape aja sebenarnya, apalagi harus besarkan anak sendirian. Butuh dukungan.
ReplyDeleteMakasih mbak Leyla yang lebih kereeen :*
DeleteInspiratif mba. wanita memang perlu didukung dan dipahami biar keluar watak aslinya, lembut dan penyayang.
ReplyDeleteiya beban hiudpnya lah yg membuatnya gampang emosi , dia butuh teman untuk diajak bicara juga dan mbak sdh melakukannya
ReplyDeletebetul,,,itu bs memperingan bebanny
Deletekisah hidup yg penuh perjuangan...ketika istri hrus hidup sendiri tnpa suami dan harus menghadapi anak2ny yang mungkin agak nakal, itu merupakan perjuangan yg sngat sulit...apalagi hrus mnjadi tulang punggung,,,betul itu mbak, walaupun kita tdk bs berbuat bnyk tpi stidaknya mbak bisa mengajaknya ngobrol dan memberikan motivasi serta membesarkan hatinya....itu sudh lebih dri cukup...kadang orang yg seperti itu hny butuh orng yg bisa menerima curahan hatinya dn keluh kesahnya.....good luck
ReplyDeleteeh iya...sy punya teman lho, jadi guru d sma 1 kaur klo g slh...dulu kuliah stu kelas d jogja
DeleteKeren banget mba.. nggak senua orang bs peduli kayak mba :(
ReplyDeleteThanks for sharing the story yah.. ;)
Keren banget mba.. nggak senua orang bs peduli kayak mba :(
ReplyDeleteThanks for sharing the story yah.. ;)
Pedulinya hanya bisa lewat cara ini mbaak..
DeleteSama-sama. Semoga ada nilai positifnya ya mbak :D
Ada api ada asap, ya? :) Kisahnya pilu, tapi kalo dibaikin, kebaikan pasti berbalik pula.
ReplyDeleteya begitulaah mbak. Berat siihh, makanya butuh dukungan positif :D
DeleteMendengarkan cerita, berusaha memahami dan meluangkan waktu untuk Yuk Pat adalah contoh berbagi yang mengena. Teruskan semangat berbaginya ya...
ReplyDeleteIntan pmikirannya dewasa ih, salut aku
ReplyDeleteIhiiy dibilang dewasaaa :p
DeleteSemoga bukan indikasi 'tua' ya mbak hihiii
salut mbk intan, jarang2 nih ada orang seperti dikau yg mau memdengarkan keluh kesah org lain,
ReplyDeleteInspiratif nih mbak, di zaman sekarang mah jarang ada yang peduli dengan sekitarnya, boro-boro bisa chit chat, nyapa saja juga jarang padahal juga masyarakat pedesaan. Salam kenal :)
ReplyDeleteAlooo salam kenal mas, iya selagi masih dikasih kesempatan bertegur sapa, kenapa gak ? xD
DeletemasyaAllah mbak :)
ReplyDeleteLuar biasa mba :)
ReplyDeleteTernyata Ayuk Pat sebenarnya baik yaa, cuma butuh teman berbagi. Salut sama Intan dan orang-orang yang masih peduli dengan tetangga :)
ReplyDeleteKalo bukan tetangga, siapa lagi yg mau aku perhatiin Ge, kamu jauuh *laahh xD
DeleteSalut Mbak atas inisiatifnya. Jarang orang yang berani mengambil resiko berdekatan dengan orang seperti Ayuk Pat. Sedih juga melihat anak-anak Ayuk Pat. Tidak salah apa-apa, namun terkena dampak masalah ortunya.
ReplyDeleteBantunya cuma bisa dengan cara ini, mbak. Nyediain sedikit care sama telinga yang anteng :D
Deletehttp://www.monilando.com/2015/12/pengumuman-pemenang-monilandos-giveaway.html
ReplyDeletePerbuatan kecil tapi berarti ya Mba', :)
ReplyDeleteSalam kenal..
Wah,, emang cocok juaraaah lah yah.. ceritanya bisa membuat kita terinspirasi ,, semoga ayuk pat selalu dalam kesehatan :*
ReplyDeletekereeen!
ReplyDeleteselamat yaaa udh menang.
Barakallah Intan ... terharu membacanya.
ReplyDeleteInsya Allah berbuah manis bagi Intan, ayuk Pat, dan anak2nya.
Selamat ya sudah menang :)