Enggano
.. salah satu pulau terluar milik Indonesia - yang berada di Kabupaten Bengkulu
Utara, Provinsi Bengkulu. Pulau
yang memiliki lima suku asli dan satu suku pendatang ini, tetap menjaga dan melestarikan
seni budaya tari perang, yang diketahui sudah ada kisaran tahun 1828 silam.
Tari Perang menceritakan tentang kehidupan masyarakat Enggano
yang hingga tahun 1883 terus diwarnai perang antar suku, karena dahulunya masyarakat
kepulauan yang terdiri dari suku Kauno, Kaitora, Kaarubi, Kaharuba, Kaohoa dan suku pendatang
Ka'may seringkali
berperang untuk memperebutkan wilayah.
Source : www.antaranews.com |
Tari perang merupakan sarana adat yang yang memperkenalkan tentang kehidupan peperangan antar suku yang dulunya menimbulkan kekacauan dan kerusakan, pada saat pelaksanaan prosesi pengukuhan kepala suku atau dalam bahasa adat setempat disebut Kemumun nak ine.
Tari perang diawali dengan cerita tentang persiapan pesta
pengukuhan kepala suku, di mana masyarakat adat datang dengan membawa
hasil-hasil alam yang nantinya akan dinikmati bersama saat pesta. Makanan saat
itu seperti pisang, kelapa, ubi, talas, dan hasil alam lainnya, dibawa dan
dikumpulkan serta digantung pada pancang kayu melintang, kemudian makanan itu
akan didoakan oleh tetua adat dengan mengibaskan daun di atas makanan yang
telah terkumpul. Dalam tarian adat masyarakat Kepulauan Enggano tersebut,
biasanya diiringi suara khas terompet kerang laut yang ditiup dengan panjang.
Bunyi kerang ini pun dulunya sebagai penanda jika ada serangan
dari suku lain yang fungsinya sebagai peringatan sehingga warga adat waspada
dan mempersiapkan diri. Kekhasan lainnya, secara bersama-sama penari akan
mengucapkan kata-kata dalam bahasa Enggano yang isinya untuk membangkitkan
semangat, ungkapan kebesaran atau pun harapan untuk kemenangan, yang dipandu
oleh ketua adat dan diikuti penari lainnya.
Source : www.antaranews.com |
Gerakan tari perang masyarakat Kepulauan Enggano, kecamatan
Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, sama seperti tarian perang lainnya, di mana
terjadi pertentangan antara 2 kelompok suku diiringi dengan jeritan laki-laki. Penari
laki-laki yang dilengkapi properti berupa parang yang dipegang terbalik dan
tombak akan saling berhadap-hadapan.
Gambaran peperangan yang kemudian terjadi akan membentuk
lingkaran dan hentakan kaki yang semakin cepat dan menimbulkan derapan suara
yang terasa menggetarkan bila tarian dilakukan di atas panggung. Sementara itu,
penari perempuan akan mengelilingi di belakang lingkaran penari laki-laki.
Semakin lama, gerakan akan semakin melambat dan kemudian ketua suku kedua belah
pihak akan melakukan negosiasi agar peperangan dihentikan sampai proses
pengukuhan kepala suku selesai. Bila kesepakatan tercapai, maka peperangan akan
dihentikan dan penari akan saling melingkar berpegangan tangan dan bergerak
pelan sambil melantunkan senandung.
Source : http://regional.kompas.com/ |
Tarian perang biasanya akan ditutup dengan tari semut yang
merupakan tarian perdamaian antara kedua belah pihak yang dilakukan dengan
beriringan antara kedua kelompok – dengan iringan laki-laki di bagian depan, disambung
penari perempuan di bagian belakang. Iringan penari yang menunduk sambil
memegang pinggang penari di depannya, berjalan seperti semut berkeliling. Sampai
akhirnya akan dinyalakan obor, sebagai tanda terang benderang. Kemudian penari
akan kembali membentuk lingkaran sambil bersenandung ucapan syukur, perdamaian
dan persatuan. Lingkaran juga menandakan kurungan terhadap hal-hal yang buruk
dan tetap membiarkan hal-hal yang baik, serta ucapan maaf dengan sesama suku,
bila ada tindakan yang tidak berkenan
Tari perang dan tari semut, sampai saat ini masih ditampilkan
dalam kegiatan penyambutan tamu di pulau itu. Selain itu, dalam perayaan
perkawinan atau hajatan rakyat di pulau Enggano, tari semut juga selalu
dipertontonkan sebagai hiburan.
Referensi : Siaran Budaya Pro 1 RRI
Bengkulu
aku jadi inget tarian lomba di laskar pelangi yaaa. hehehe
ReplyDeleteindonesia itu emang kaya akan budaya :) termasuk tarian ini